-->

Total Tayangan Halaman

Sabtu, 08 Oktober 2011

Journey to The Real World...

Alhamdulillah aku diterima...
Merinding rasanya melihat namaku terpampang di info penerimaan pegawai salah satu website kementerian di republik ini. Seketika semuanya jadi aneh. Pertama kali melihat nama sendiri rasanya 50% kaget, 50% gak percaya. 5 menit (masih) melototin tulisan di web 45% (masih) kaget, 50% (masih) gak percaya, 5 % baru sadar & bilang syukur. 15 menit (masih memaksakan diri) melototin tulisan di web yang sama tingkat kesadaran naik jadi 15% (gara** dari pertama liat langsung refleks cubit diri sendiri buat mastiin ini bener** bukan mimpi), kaget tinggal 10%, rasa gak percaya jadi 5%, 70% pengen buru** pulang & berbagi kabar gembira ini sama orang** rumah (bahkan aku tanpa sadar nglupain niat awal buat nge-download lagu + image spt biasanya...unbelievable)
Singkat kata setelah semua ritual bla bla bla yang melelahkan tibalah saatnya pembekalan. Datang 15 menit sblm deadline dengan disambut tukang parkir yang (sepertinya memang hobi) marah**(akhirnya aku tau kemudian klo bapak parkirnya meninggal gak brapa lama setelah aku masuk), belum lagi diomelin the big boss, sang penguasa (i call her yang mulia yang dipertuan agung sinuhun kanjeng mami), gara** peserta pembekalan pada dateng telat (sepertinya bukan kami yang datang telat tp big boss-nya yang datangnya terlalu awal, next time aku tau kalo ibunya emang suka marah**)
Tibalah pengumuman penempatan, pembagian tempat kerja, saat** yang menegangkan karna orang** inilah yang nantinya akan menjadi partner selama batas waktu yang belum ditentukan. So far penerimaan mereka baik** saja tapi kenyataannya tidak. Aku berusaha memahami & gak buru** menyalahkan sikap mereka karna mencoba berpikir hal ini wajar karena kami sama** blum kenal, tapi jujur kadang aku merasa mereka keterlaluan (well i'm just an ordinary people anyway). Tiap pagi aku berusaha menata mood, make up my mind, dan awalnya selalu berhasil tapi langsung berubah drastis saat aku melihat pintu ruanganku, ya bahkan sebuah pintu bisa membuat moodku turun drastis. Berkali-kali curhat kepada beberapa orang tak juga mempan memperbaiki mentalku yang kali ini benar** down sejadi**nya. Saat pencerahan itu datang. Sebuah patung putih sebatas dada milik beliau yang namanya dijadikan nama instansi tempat kerjaku. Sebuah patung yang menyambutku tiap aku datang & mengantarku tiap aku pulang, patung itulah dan juga halaman di depannya tempat dulu aku antri mengambil kartu ujian berpanas** ria bersama ratusan orang dengan satu pengharapan yang tanpa sadar bicara padaku, mengingatkan aku betapa perjuanganku terlalu berharga untuk dikorbankan hanya gara** kesalahpahaman. Juga dari bapak** cleaning service yang usianya mungkin setara almarhum kakekku sewaktu beliau meninggal, juga dari ibu cleaning service yang tiap hari membersihkan ruanganku dan sekitarnya. Mereka selalu terlihat ikhlas melakukan pekerjaan mereka. Juga dari orang** yang aku temui di sepanjang perjalanan menuju kantor. Mereka** itulah yang mengajari aku untuk tidak pernah melupakan (apalagi menghilangkan) ucap syukur dari lidah & pikiran, juga senyuman ikhlas. Saat bad mood itu datang aku coba mengingat pelajaran kehidupan yang telah mereka ajarkan padaku tiap hari. Untungnya sekarang bad mood itu gak pernah (dan aku harap tidak pernah muncul) lagi. Dari kejadian itu aku belajar untuk selalu membuka mata, hati, dan telinga; belajar ikhlas; juga belajar senyum dan tertawa bersama bahkan bersama musuh sekalipun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar